IYAN
DARMAWAN
Medical Department PT Otsuka Indonesia
Pendahuluan
Hipokalemia (K+ serum <
3,5 mEq/L) merupakan salah satu kelainan elektrolit yang ditemukan pada pasien
rawat inap. Di Amerika, 20% dari pasien rawat-inap didapati mengalami
hipokalemia1, namun hipokalemia yang bermakna klinik hanya terjadi
pada 4—5% dari para pasien ini. Kekerapan pada pasien rawat-jalan yang mendapat
diuretik sebesar 40%2. Walaupun kadar kalium dalam serum hanya sebesar 2% dari
kalium total tubuh dan pada banyak kasus tidak mencerminkan status kalium
tubuh; hipokalemia perlu dipahami karena semua intervensi medis untuk mengatasi
hipokalemia berpatokan pada kadar kalium serum.
Patofisiologi
Perpindahan Trans-selular
Hipokalemia bisa
terjadi tanpa perubahan cadangan kalium sel. Ini disebabkan faktor-faktor yang
merangsang berpindahnya kalium dari intravaskular ke intraseluler, antara lain
beban glukosa, insulin, obat adrenergik, bikarbonat, dsb. Insulin dan obat
katekolamin simpatomimetik diketahui merangsang influks kalium ke dalam sel
otot. Sedangkan aldosteron merangsang pompa Na+/K+ ATP
ase yang berfungsi sebagai antiport di tubulus ginjal. Efek perangsangan ini
adalah retensi natrium dan sekresi kalium 1.
Pasien asma yang
dinebulisasi dengan albuterol akan mengalami penurunan kadar K serum sebesar
0,2—0,4 mmol/L2,3, sedangkan dosis kedua yang diberikan dalam waktu satu jam
akan mengurangi sampai 1 mmol/L3. Ritodrin dan terbutalin, yakni
obat penghambat kontraksi uterus bisa menurunkan kalium serum sampai serendah
2,5 mmol per liter setelah pemberian intravena selama 6 jam.
Teofilin dan
kafein bukan merupakan obat simpatomimetik, tetapi bisa merangsang pelepasan
amina simpatomimetik serta meningkatkan aktivitas Na+/K+
ATP ase. Hipokalemia berat hampir selalu merupakan gambaran khas dari keracunan
akut teofilin. Kafein dalam beberapa cangkir kopi bisa menurunkan kalium serum
sebesar 0,4 mmol/L. Karena insulin mendorong kalium ke dalam sel, pemberian
hormon ini selalu menyebabkan penurunan sementara dari kalium serum. Namun, ini
jarang merupakan masalah klinik, kecuali pada kasus overdosis insulin atau
selama penatalaksanaan ketoasidosis diabetes.
Deplesi Kalium
Hipokalemia juga
bisa merupakan manifestasi dari deplesi cadangan kalium tubuh. Dalam keadaan
normal, kalium total tubuh diperkirakan 50 mEq/kgBB dan kalium plasma 3,5--5
mEq/L. Asupan K+ yang sangat kurang dalam diet menghasilkan deplesi
cadangan kalium tubuh. Walaupun ginjal memberi tanggapan yang sesuai dengan
mengurangi ekskresi K+, melalui mekanisme regulasi ini hanya cukup
untuk mencegah terjadinya deplesi kalium berat. Pada umumnya, jika asupan
kalium yang berkurang, derajat deplesi kalium bersifat moderat. Berkurangnya
asupan sampai <10 mEq/hari menghasilkan defisit kumulatif sebesar 250 s.d.
300 mEq (kira-kira 7-8% kalium total tubuh) dalam 7—10 hari4.
Setelah periode tersebut, kehilangan lebih lanjut dari ginjal minimal. Orang
dewasa muda bisa mengkonsumsi sampai 85 mmol kalium per hari, sedangkan lansia
yang tinggal sendirian atau lemah mungkin tidak mendapat cukup kalium dalam
diet mereka2.
Kehilangan K+
Melalui Jalur Ekstra-renal
Kehilangan
melalui feses (diare) dan keringat bisa terjadi bermakna. Pencahar dapat
menyebabkan kehilangan kalium berlebihan dari tinja. Ini perlu dicurigai pada
pasien-pasien yang ingin menurunkan berat badan. Beberapa keadaan lain yang
bisa mengakibatkan deplesi kalium adalah drainase lambung (suction),
muntah-muntah, fistula, dan transfusi eritrosit.
Kehilangan K+
Melalui Ginjal
Diuretik boros
kalium dan aldosteron merupakan dua faktor yang bisa menguras cadangan kalium
tubuh. Tiazid dan furosemid adalah dua diuretik yang terbanyak dilaporkan
menyebabkan hipokalemia
Implikasi Klinik
pada Pasien Penyakit Jantung 2
Tidak
mengherankan bahwa deplesi kalium sering terlihat pada pasien dengan CHF. Ini
membuat semakin bertambah bukti yang memberi kesan bahwa peningkatan asupan
kalium bisa menurunkan tekanan darah dan mengurangi risiko stroke. Hipokalemia
terjadi pada pasien hipertensi non-komplikasi yang diberi diuretik, namun tidak
sesering pada pasien gagal jantung bendungan, sindrom nefrotik, atau sirosis
hati. Efek proteksi kalium terhadap tekanan darah juga dapat mengurangi risiko
stroke.
Deplesi kalium
telah dikaitkan dalam patogenesis dan menetapnya hipertensi esensial. Sering
terjadi salah tafsir tentang terapi ACE-inhibitor (misal Kaptopril). Karena
obat ini meningkatkan retensi kalium, dokter enggan menambah kalium atau
diuretik hemat kalium pada terapi ACE-inhibitor. Pada banyak kasus gagal
jantung bendungan yang diterapi dengan ACE-inhibitor, dosis obat tersebut tidak
cukup untuk memberi perlindungan terhadap kehilangan kalium.
Potensi digoksin
untuk menyebabkan komplikasi aritmia jantung bertambah jika ada hipokalemia
pada pasien gagal jantung. Pada pasien ini dianjurkan untuk mempertahankan
kadar kalium dalam kisaran 4,5-5 mmol/L. Nolan dkk. mendapatkan kadar kalium
serum yang rendah berkaitan dengan kematian kardiak mendadak di dalam uji
klinik terhadap 433 pasien di UK.
Hipokalemia
ringan bisa meningkatkan kecenderungan aritmia jantung pada pasien iskemia
jantung, gagal jantung, atau hipertrofi ventrikel kanan. Implikasinya, seharusnya
internist lebih "care" terhadap berbagai konsekuensi
hipokalemia. Asupan kalium harus dipikirkan untuk ditambah jika kadar serum
antara 3,5--4 mmol/L. Jadi, tidak menunggu sampai kadar < 3,5 mmol/L.
Derajat
Hipokalemia
Hipokalemia
moderat didefinisikan sebagai kadar serum antara 2,5--3 mEq/L, sedangkan
hipokalemia berat didefinisikan sebagai kadar serum < 2,5 mEq/L. Hipokalemia
yang < 2 mEq/L biasanya sudah disertai kelainan jantung dan mengancam jiwa.
Hipokalemia pada
Anak
Hipokalemia pada
anak juga merupakan gangguan elektrolit yang lazim dijumpai dan memiliki
manifestasi beragam serta serius, seperti kelumpuhan otot, ileus paralitik,
kelumpuhan otot pernapasan, aritmia jantung, dan bahkan henti jantung. Dari
suatu kajian prospektif terhadap 1350 anak yang dirawat-inap6, diagnosis
hipokalemia dipikirkan pada setiap anak dengan diare akut dan kronik dengan
gambaran klinik leher terkulai, kelemahan anggota gerak, dan distensi abdomen.
Sebanyak 38 anak didiagnosis sebagai hipokalemia, dengan gejala bervariasi
sebagai berikut:
Sebanyak 85% dari
anak yang hipokalemia tersebut mengidap malnutrisi dan 50% di antaranya
dikategorikan malnutrisi berat. Berbagai etiologi hipokalemia mencakup
gastroenteritis akut dan kronik, renal tubular asidosis, bronkopneumonia, serta
penggunaan diuretik. Pemberian kalium oral (20 mEq/L) pada kasus ringan dan
infus intravena 40 mEq/L pada kasus berat, diketahui aman dan efektif mengatasi
hipokalemia.
Hipokalemia pada
Pasien Bedah7
Hipokalemia lazim
dijumpai pada pasien bedah. K+ < 2,5 mmol/L berbahaya dan perlu
tatalaksana segera sebelum pembiusan serta pembedahan. Defisit 200—400 mmol
perlu untuk menurunkan K+ dari 4 ke 3 mmol/L. Demikian juga defisit
serupa menurunkan K+ dari 3 ke 2 mmol/L.
Sebab-sebab
- Asupan
berkurang: asupan
K+ normal adalah 40—120 mmol/hari. Umumnya ini berkurang pada
pasien bedah yang sudah anoreksia dan tidak sehat.
- Meningkatnya
influks K+ ke dalam sel: alkalosis, kelebihan insulin, B-agonis, stress,
dan hipotermia. Semuanya menyebabkan pergeseran K+ ke dalam
sel. Tidak akan ada deplesi K+ sejati jika ini adalah
satu-satunya penyebab.
- Kehilangan
berlebihan dari saluran cerna:
muntah-muntah, diare, dan drainase adalah gambaran khas seorang pasien
sebelum dan setelah pembedahan abdomen. Penyalahgunaan
pencahar pada usia lanjut biasa dilaporkan dan bisa menyebabkan
hipokalemia pra-bedah.
- Kehilangan berlebihan dari urin:
hilangnya sekresi lambung, diuretik, asidosis metabolik, Mg++
rendah, dan kelebihan mineralokortikoid menyebabkan pemborosan K+
ke urin. Mekanisme hipokalemia pada kehilangan cairan lambung bersifat
kompleks. Bila cairan lambung hilang berlebihan (muntah atau via pipa
nasogastrik), NaHCO3 yang meningkat diangkut ke tubulus ginjal.
Na+ ditukar dengan K+ dengan akibat peningkatan
ekskresi K+. Kehilangan K+ melalui ginjal sebagai
respons terhadap muntah adalah faktor utama yang menyebabkan hipokalemia.
Ini disebabkan kandungan K+ dalam sekresi lambung sedikit.
Asidosis metabolik menghasilkan peningkatan transpor H+ ke
tubulus. H+ bersama K+ bertukar dengan Na+ ,
sehingga ekskresi K+ meningkat.
- Keringat berlebihan dapat
memperberat hipokalemia.
Risiko
- Aritmia jantung, khususnya pada pasien yang mendapat
digoksin.
- Ileus
paralitik berkepanjangan
- Kelemahan
otot
- Keram
Pendekatan Diagnostik
- Anamnesis
biasanya memungkinkan identifikasi faktor penyebab.
- pH darah dibutuhkan untuk menginterpretasikan K+
yang rendah. Alkalosis biasa menyertai hipokalemia dan menyebabkan
pergeseran K+ ke dalam sel. Asidosis menyebabkan kehilangan K+
langsung dalam urin.
Hipokalemia pada Pasien Stroke8
Dalam suatu kajian observasi terhadap
421 pasien stroke, 150 pasien infark miokard, dan 161 pasien rawat-jalan dengan
hipertensi, didapatkan hasil sebagai berikut:8 Hipokalemia didapatkan lebih
sering pada pasien stroke dibandingkan pasien infark miokard, yakni 84 (20%) vs
15 (10%), p = .008) atau pasien hipertensi 84 (20%) vs 13 (8%), p < .001.
Bahkan, ketika pasien yang diberi diurteik dikeluarkan dari analisis 56 (19%)
vs 12 (9%) kelompok pasien infark, p = .014 dan 56 (19%) vs 4 (5%) kelompok
hipertensi, p = .005, masing-masing. Pada analisis terhadap kelangsungan hidup,
kadar kalium yang lebih rendah ketika pasien masuk berkaitan dengan
meningkatnya risiko kematian.
Tatalaksana Hipokalemia
Untuk bisa memperkirakan jumlah kalium
pengganti yang bisa diberikan, perlu disingkirkan dulu faktor-faktor selain
deplesi kalium yang bisa menyebabkan hipokalemia, misalnya insulin dan
obat-obatan. Status asam-basa mempengaruhi kadar kalium serum.
Jumlah Kalium
Walaupun perhitungan jumlah kalium
yang dibutuhkan untuk mengganti kehilangan tidak rumit, tidak ada rumus baku untuk menghitung
jumlah kalium yang dibutuhkan pasien. Namun, 40—100 mmol K+
suplemen biasa diberikan pada hipokalemia moderat dan berat.
Pada hipokalemia
ringan (kalium 3—3,5 mEq/L) diberikan KCl oral 20 mmol per hari dan pasien
dianjurkan banyak makan makanan yang mengandung kalium. KCL oral kurang
ditoleransi pasien karena iritasi lambung. Makanan yang mengandung kalium cukup
banyak dan menyediakan 60 mmol kalium 5.
Kecepatan
Pemberian Kalium Intravena
Kecepatan
pemberian tidak boleh dikacaukan dengan dosis. Jika kadar serum > 2 mEq/L,
maka kecepatan lazim pemberian kalium adalah 10 mEq/jam dan maksimal 20 mEq/jam
untuk mencegah terjadinya hiperkalemia. Pada anak, 0,5—1 mEq/kg/dosis dalam 1
jam. Dosis tidak boleh melebihi dosis maksimum dewasa.
Pada kadar < 2
mEq/L, bisa diberikan kecepatan 40 mEq/jam melalui vena sentral dan monitoring
ketat di ICU. Untuk koreksi cepat ini, KCl tidak boleh dilarutkan dalam larutan
dekstrosa karena justru mencetuskan hipokalemia lebih berat.
Koreksi Hipokalemia Perioperatif
- KCL
biasa digunakan untuk menggantikan defisiensi K+, karena juga
biasa disertai defisiensi Cl-.
- Jika
penyebabnya diare kronik, KHCO3 atau kalium sitrat mungkin lebih sesuai.
- Terapi
oral dengan garam kalium sesuai jika ada waktu untuk koreksi dan tidak ada
gejala klinik.
- Penggantian
40—60 mmol K+ menghasilkan kenaikan 1—1,5 mmol/L dalam K+
serum, tetapi ini sifatnya sementara karena K+ akan berpindah
kembali ke dalam sel. Pemantauan teratur dari K+ serum
diperlukan untuk memastikan bahwa defisit terkoreksi.
Kalium iv
- KCl
sebaiknya diberikan iv jika pasien tidak bisa makan dan mengalami
hipokalemia berat.
- Secara
umum, jangan tambahkan KCl ke dalam botol infus. Gunakan
sediaan siap-pakai dari pabrik. Pada koreksi hipokalemia berat (< 2
mmol/L), sebaiknya gunakan NaCl, bukan dekstrosa. Pemberian dekstrosa bisa
menyebabkan penurunan sementara K+ serum sebesar 0,2—1,4 mmol/L
karena stimulasi pelepasan insulin oleh glukosa.
- Infus yang mengandung KCl 0,3% dan NaCl 0,9%
menyediakan 40 mmol K+ /L. Ini harus menjadi standar dalam
cairan pengganti K+.
- Volume
besar dari normal saline bisa menyebabkan kelebihan beban cairan. Jika ada
aritmia jantung, dibutuhkan larutan K+ yang lebih pekat
diberikan melalui vena sentral dengan pemantauan EKG. Pemantauan teratur
sangat penting. Pikirkan masak-masak sebelum memberikan > 20 mmol K+/jam.
- Konsentrasi
K+ > 60 mmol/L sebaiknya dihindari melalui vena perifer,
karena cenderung menyebabkan nyeri dan sklerosis vena.
Kesimpulan
Hipokalemia merupakan kelainan
elektrolit yang cukup sering dijumpai dalam praktik klinik, dan bisa mengenai
pasien dewasa dan anak. Berbagai faktor penyebab perlu diidentifikasi sebagai
awal dari manajemen. Pemberian kalium bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti oleh
para klinisi, seandainya diketahui kecepatan pemberian yang aman untuk setiap
derajat hipokalemia. Pemberian kalium perlu dipertimbangkan pada pasien-pasien
penyakit jantung, hipertensi, stroke, atau pada keadaan-keadaan yang cenderung
menyebabkan deplesi kalium.
Sumber
- Zwanger
M. Hypokalemia. emedicine.com/emerg/topic273.html
- Cohn
JN, Kowey PR, Whelton PK,
Prisant LM. New Guidelines for potassium Replacement in Clinical
Practice. Arch Intern Med 2000;160:2429-2436.
- Gennari
F.J. Hypokalemia: Current Concept. The New
England Journal of Medicine 1998 Aug 13;339(7): 451-458
- Tannen R.L. Potassium
Disorders. In Kokko &
Tannen. Fluid and ELectrolytes. WB Saunders Company 3rd ed., p.123
- Halperin
ML, Goldstein MB. Fluid Electrolyte and Acid-Base Physiology. A
problem-based approach. WB Saunders Co. 2nd ed., p 358
- Sunil
Gomber and Viresh Mahajan. Clinico-Biochemical Spectrum of Hypokalemia.
Indian Pediatrics 1999;36:1144-1146
- AJ
Nicholls & IH Wilson. Perioperative Medicine : managing surgical
patients with medical problems. OXFORD University
Press; 2000.
- Salah
E. Gariballa, Thompson G. Robinson and Martin D. Fotherby. Hypokalemia
and Potassium Excretion in Stroke Patients. Journal of the American
Geriatrics Society 1997;45(12)