INJEKSI




Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Injeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah bertanda 100 mL atau kurang.
Sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi 5 jenis yang berbeda yaitu:
  1. Obat atau larutan atau emulsi yang digunakan untuk injeksi, ditandai dengan nama Injeksi …..
  2. Sediaan padat, kering, atau cairan pekat tidak mengandung dapar, pengencer, atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang sesuai memenuhi persyaratan injeksi, dan dapat dibedakan dari nama bentuknya disebut …. steril.
  3. Sediaan seperti tertera pada 2, tetapi mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau bahan tambahan lain dan dapat dibedakan dari nama bentuknya, disebut …. untuk injeksi.
  4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara iv atau ke dalam saluran spinal, dan dapat dibedakan dari nama bentuknya, disebut Suspensi …. Steril.
  5. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai, dibedakan dengan nama … steril untuk suspensi.
Keuntungan Sediaan Injeksi
  1. Dapat dicapai efek fisiologis segera, untuk kondisi penyakit tertentu (jantung berhenti)
  2. Dapat diberikan untuk sediaan yang tidak efektif diberikan secara oral atau obat yang dirusak oleh sekresi asam lambung
  3. Baik untuk penderita yang tidak memungkinkan mengkonsumsi oral (sakit jiwa atau tidak sadar)
  4. Pemberian parenteral memberikan kemungkinan bagi dokter untuk mengontrol obat, karena pasien harus kembali melakukan pengobatan
  5. Sediaan parenteral dapat menimbulkan efek lokal seperti pada kedokteran gigi/anastesiologi
  6. Pengobatan parenteral merupakan salah satu cara untuk mengoreksi gangguan serius cairan dan keseimbangan elektrolit
Kerugian Sediaan Injeksi
  1. Pemberian sediaan parenteral harus dilakukan oleh personel yang terlatih dan membutuhkan waktu pemberian yang lebih lama
  2. Pemberian obat secara parenteral sangat berkaitan dengan ketentuan prosedur aseptik dengan rasa nyeri pada lokasi penyuntikan yang tidak selalu dapat dihindari
  3. Bila obat telah diberikan secara parenteral, sukar sekali untuk menghilangkan/merubah efek fisiologisnya karena obat telah berada dalam sirkulasi sistemik
  4. Harganya relatif lebih mahal, karena persyaratan manufaktur dan pengemasan
  5. Masalah lain dapat timbul pada pemberian obat secara parenteral seperti septisema, infeksi jamur, inkompatibilias karena pencampuran sediaan parenteral dan interaksi obat
  6. Persyaratan sediaan parenteral tentang sterilitas, bebas dari partikulat, bebas dari pirogen, dan stabilitas sediaan parenteral harus disadari oleh semua personel yang terlibat.
Tujuan Pemberian Sediaan Parenteral
  1. Untuk memastikan obat sampai ke bagian tubuh atau jaringan yang membutuhkan dengan konsentrasi yang mencukupi.
  2. Untuk mencapai parameter farmakologi tertentu yang terkontrol, seperti waktu onset, serum peak, kecepatan eliminasi obat dari dalam tubuh.
  3. Untuk pasien yang tidak bisa melakukan self medicate
  4. Untuk mendapatkan efek biologik yang tidak didapatkan melalui pemakaian oral
  5. Untuk alternatif bila rute yang diharapkan (oral) tidak tersedia
  6. Untuk mendapatkan efek lokal, untuk meminimalkan efek toksik sistemik
  7. Untuk pasien yang tidak sadar, tidak kooperatif, tidak terkontrol
  8. Untuk pengobatan ketidakseimbangan elektrolit dan cairan untuk supply nutrisi jangka panjang/pendek
  9. Untuk mendapatkan efek lokal yang diharapkan
Rute Pemberian Sediaan Injeksi
  1. Injeksi intrakutan atau intradermal (ic): volume yang disuntikkan sedikit (0,1 – 0,2 mL). Biasanya digunakan untuk tujuan diagnosa, misalnya detekdi alergi terhadap suatu zat/obat.
  2. Injeksi subkutan (sc) atau hipoderma: disuntikkan ke dalam jaringan di bawah kulit ke dalam alveola. Larutan sedapat mungkin isotonis, sedang pH sebaiknya netral, tujuannya untuk mengurangi iritasi jaringan dan mencegah kemungkinan terjadinya nekrosis (mengendornya kulit). Jumlah larutan yang disuntikkan tidak lebih dari 1 mL.
  3. Injeksi intramuskular (im): disuntikkan ke dalam otot daging dan volume sedapat mungkin tidak lebih dari 4 mL. Penyuntikan volume besar dilakukan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit.
  4. Injeksi intravena (iv): mengandung cairan yang tidak menimbulkan iritasi dan dapat bercampur dengan air, volume pemberian 1-10 mL. Larutan biasanya isotonis atau hipertonis. Jika hipertonis maka harus diberikan perlahan-lahan. Jika dosis tunggal dan diberikan lebih dari 15 mL, tidak boleh mengandung bakterisida, dan  jika lebih dari 10 mL harus bebas pirogen. Pemberian lebih dari 10 mL umumnya disebut infus, larutan diusahakan isotonis dan diberikan dengan kecepatan 50 tetes/menit dan lebih baik pada suhu badan.
  5. Injeksi intraarterium (ia): mengandung cairan non iritan yang dapat bercampur dengan air, volume yang disuntikkan 1-10 mL dan digunakan bila diperlukan efek obat yang segera dalam daerah perifer. Tidak boleh mengandung bakterisida.
  6. Injeksi intrakardial (ikd): berupa larutan, hanya digunakan untuk keadaan gawat, disuntikkan ke dalam otot jantung atau ventrikulus. Tidak boleh mengandung bakterisida.
  7. Injeksi intratekal (it), intraspinal, intradural: disuntikkan ke dalam saluran sum-sum tulang belakang (antara 3-4 atau 5-6 lumba vertebra) yang berisi cairan cerebrospinal. Berupa larutan, harus isotonis, harus benar-benar steril, bersih sebab jaringan syaraf di daerah ini sangat peka.
  8. Injeksi intratikulus: disuntikkan ke dalam cairan sendi dalam rongga sendi.
  9. Injeksi subkonjungtiva: disuntikkan pada selaput lendir mata bawah, umumnya tidak lebih dari 1 mL
  10. Injeksi yang lain: (a) intraperitoneal (ip): disuntikkan langsung ke dalam rongga perut; (b) peridural (pd), ekstra dural: disuntikkan ke dalam ruang epidura, terletak di atas durameter, lapisan penutup terluar dari otak dan sum-sum tulang belakang; (c) intrasisernal (is): disuntikkan pada saluran sum-sum tulang belakang pada otak.
Bentuk-bentuk Sedian Injeksi
  1. Larutan air: merupakan bentuk yang paling sederhana dan banyak digunakan. Bentuk larutan air dapat digunakan untuk semua rute pemberian.
  2. Suspensi air: biasanya diberikan dalam rute intramuscular(im) dan subkutan (sc). Suspensi tidak pernah diberikan secara intravena (iv), intraarteri, inraspinal, inrakardiak, atau injeksi optalmik. Ukuran partikel suspensi biasanya kecil dan distribusi ukuran partikel harus dikontrol untuk meyakinkan partikel dapat melewati jarum suntik saat pemberian. Ukuran partikel tidak boleh membesar dan tidak boleh terjadi caking saat penyimpanan.
  3. Larutan kering: untuk sediaan yang larut dalam air, tetapi tidak stabil di air.
  4. Larutan minyak: dibuat bila zat aktif tidak larut air tetapi larut dalam minyak dan diberikan melalui im. Larutan minyak menimbulkan efek depo, untuk masalah iritasi dan sensitisasi, suspensi air lebih dipilih dibanding larutan minya.
  5. Suspensi minyak: injeksi suspensi bisa juga dibuat dalam pembawa minyak, meskipun pembuatannya lebih jarang dibanding suspensi air. Suspensi minyak dapat menimbulkan efek depot/lepas lambat pada rute pemberian im.
  6. Injeksi minyak: senyawa yang bersifat lipofilik banyak yang dibuat dalam bentuk injeksi minyak. Sediaan ini secara umum digunakan dengan rute im, dan pada keadaan normal tidak digunakan untuk rute lain.
  7. Emulsi: zat yang bersifat lipofilik juga dapat dibuat dalam bentuk emulsi o/w. Zat dapat dilarutkan dalam larutan minyak atau zatnya sendiri sudah benbentuk minyak. Droplet minyak harus dikontrol dengan hati-hati dan pada saat penyimpanan agar emulsi tidak  pecah. Ukuran droplet ideal 3 μm. Biasanya dalam bentuk nutrisi parenteral.
  8. Larutan koloidal: biasanya diberikan melalui rute im.
  9. Sistem pelarut campur: banyak kondisi klinik sangat diperlukan suatu zat dibuat dalam bentuk larutan sejati, agar siap bercampur dengan larutan iv ketika diberikan. Untuk zat yang sukar larut dalam air, maka selain digunakan dalam bentuk garam atau diformulasi dalam pH tinggi atau rendah, beberapa zat dapat pula diformulasi dalam pelarut campur. Kosolvent digunakan untuk menurunkan polaritas pembawa sehingga zat lebih larut. Pemberian biasanya mengiritasi, toksik dan menimbulkan rasa nyeri. Pemberian intravena perlu dilakukan perlahan untuk mencegah presipitasi zat aktif. Pemilihan kosolvent terbatas oleh toksitas.
  10. Larutan terkonsentrasi: berupa konsentrat dan diberikan dengan dilarutkan dahulu di dalam larutan iv.
  11. Serbuk untuk injeksi: beberapa zat yang tidak stabil dalam air, sehingga dibuat dalam bentuk serbuk untuk injeksi. Sediaan ini bisa berupa serbuk ‘dry filled’ atau serbuk liofilisasi (‘freeze dried’).
  12. Implant: biasanya berupa hormon dan diberikan dengan maksud pemberian lambat, ditunda atau dikontrol, dimana pemberian tidak dapat dilakukan via oral.

Suppositoria




Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk yang diberikan melalui rektal, vagina, maupun uretra, berbentuk torpedo, dapat melunak, melarut, atau meleleh pada suhu tubuh, dan efek yang ditimbulkan adalah efek sistemik atau lokal. Bahan dasar yang digunakan harus dapat larut dalam air atau meleleh pada suhu tubuh. Semakin pendek waktu melarut/mencair semakin baik karena efektivitas obat semakin baik.
Bobot suppositoria kalau tidak dinyatakan lain adalah 3 g untuk orang dewasa dan 2 g untuk anak kecil. Umumnya memiliki panjang 32 mm, berbentuk silinder, dan kedua ujungnya tajam. Sedangkan untuk bayi dan anak-anak ukurannya ½ dari ukuran dan berat untuk orang dewasa. Penyimpanan suppositoria dalam wadah tertutup baik dan di tempat yang sejuk pada suhu 5-15 °C agar suppositoria tidak menjadi lembek dan tidak bisa digunakan.
Keuntungan sediaan obat dalam bentuk suppositoria antara lain :
· Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung
· Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan
· Langsung dapat masuk ke saluran pembuluh darah sehingga akan memberikan efek yang lebih cepat dibanding obat per oral
· Bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar
· Menghindari biotransformasi hati / sirkulasi portal
· Bila obat ditujukan untuk efek lokal
Kerugian sediaan obat dalam bentuk suppositoria :
· Cara pakai tidak menyenangkan
· Absorbsi obat seringkali tidak teratur / sukar diramalkan
· Tidak dapat disimpan dalam suhu ruangan
· Tidak semua obat bisa dibuat suppositoria
2. Jenis Suppositoria
· Suppositoria rektal / analia
Untuk dewasa kalau tidak dinyatakan lain beratnya adalah 3 g; bentuk lonjong pada salah satu atau kedua ujungnya, sedangkan untuk anak-anak kalau tidak dinyatakan lain beratnya adalah 2 g.
· Suppositoria vaginal / ovula
Berbentuk bulat atau bulat telur, umumnya memiliki berat 5-15 g, sering disebut tablet vaginal.
· Suppositoria urethal
Ukuran untuk pria adalah panjang 125-140 mm, diameter 3-6 mm, massa 4 g. Sedangkan untuk wanita panjangnya 50-70 mm dan massanya 2 g (setengah ukuran laki-laki).
Jika diamati kondisi distribusi bahan obat di dalam sistem, suppositoria dapat diklasifikasikan sebagai suppositoria emulsi, suppositoria larutan, dan suppositoria emulsi.
a. Suppositoria Suspensi
Bentuk ini memiliki kelarutan bahan obat yang rendah di dalam basis sehingga bahan obat berada dalam bentuk tersuspensi (suspensi beku). Untuk menghindari hal itu dapat dilakukan hal-hal seperti berikut :
· Pengadukan yang intensif, agar distribusi obat tersebar secara merata di seluruh masa suppositoria sehingga memiliki ketepatan dosis yang tinggi.
· Mempertahankan viskositas bahan obat setinggi mungkin dengan cara menuang masa suppositoria pada suhu tertentu, sedikit lebih tinggi daripada suhu titik bekunya.
· Masa harus cepat membeku di dalam cetakan agar tidak terjadi proses sedimentasi, yaitu distribusi bahan obat tidak meratadan akan terakumulasi di ujung suppositoria.
b. Suppositoria Larutan
Suppositoria larutan akan terbentuk jika bahan obat benar-benar larut dalam basis. Kelarutan bahan obat di dalam suppositoria adalah kecil, pada saat melebur kelarutan bahan obat akan meningkat dan pada saat basis suppositoria membeku sejumlah senyawa akan kembali menghablur. Resorpsi bahan obat suppositoria larutan lebih rendah daripada suppositoria suspensi.
c. Suppositoria Emulsi
Basis suppositoria lipofil mempunyai kemampuan untuk mengikat sejumlah kecil cairan tanpa penambahan emulgator. Namun kebanyakan basis yang digunakan saat ini mengandung tambahan emulgator, maka pada saat meracik cairan (misalnya ekstrak sari tumbuhan dalam bentuk cair pada suppositoria wasir) akan terbentuk emulsi sejati (emulsi beku). Basis pengemulsi mempunyai berbagai keuntungan dalam teknologi pembuatan dan biofarmasi. Sedangkan kerugiannya adalah pengerasan akibat penguapan airnya, mudah mengering, mudah tercemari mikroba, mempengaruhi stabilitas bahan obat dan masa lemak, serta dapat mengurangi resorpsi bahan obat.
3. Waktu dan Cara Pakai Suppositoria
Waktu pemakaian suppositoria adalah :
· Sesudah defactio untuk suppositoria analia
· Pada waktu malam hari
Cara pakai suppositoria adalah :
* Pertama-tama cucilah tangan terlebih dahulu
* Buka bungkus aluminium foil dan lunakkan suppositoria dengan air
* Berbaring miring dengan tungkai yang di bawah lurus, dan yang di atas ditekuk
* Masukkan suppositoria ke dalam anus dengan menggunakan jari kira-kira 2 cm dan terus berbaring selama 15 menit
* Cuci tangan setelah memasukkan suppositoria
Jika suppositoria terlalu lunak untuk dimasukkan, dinginkan obat dalam lemari pendingin selama 30 menit atau direndam dengan air dingin sebelum membuka bungkus aluminium foil.

VIAL




Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai kondisi konotasi relatif, dan kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikrorganisme hanya dapat diduga atas dapat proyeksi kinetis angka kematian mikroba. (Lachman, hal 1254).
Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Sediaan parenteral ini merupakan sediaan yang unik diantara bentuk obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa kebagian dalam tubuh. Karena sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh yang paling efisien, yakni membran kulit dan mukosa, sediaan tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen toksik dan harus mempunyai tingkat kemurniaan tinggi dan luar biasa. Semua komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi secara fisik, kimia atau mikrobiologi. (Lachman, hal 1292).
Produk steril termasuk sediaan parentral, mata dan irigasi. Preparat parental bisa diberikan dengan berbagai rute. Lima yang paling umum adalah intravena, intramuskular, subkutan, intrakutan dan intraspinal. Pada umumnya pemberian secara parenteral dilakukan bila diinginkan kerja obat yang lebih cepat, seperti pada keadaan gawat, bila penderita tidak dapat diajak bekerjasama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan secara oral atau bila obat tersebut tidak efektif dengan cara pemberian yang lain. Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan, atau mensuspensikan sejumlah obat ke dalam sejumlah pelarut, atau dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda.
Injeksi intramuskular dilakukan dengan memasukkan kedalam otot rangka. Tempat suntikan sebaiknya sejauh mungkin dari saraf-saraf utama atau pembuluh-pembuluh darah utama. Pada orang dewasa tempat yang paling sering digunakan untuk suntikan intramuskular adalah seperempat bagian atas luar otot gluteus maksimus. Sedangkan pada bayi, tempat penyuntikkan melalui intra muskular sebaiknya dibatasi paling banyak 5 ml, bila disuntikkan kedaerah gluteal, dan 2 ml bila di deltoid.
Injeksi intravena memberikan beberapa keuntungan :
1. efek terapi lebih cepat didapat.
2. dapat memastikan obat sampai pada tempat yang diinginkan .
3. cocok untuk keadaan darurat
4. Untuk obat-obat yang rusak oleh cairan lambung.
Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5-100 ml. Vial dapat berupa takaran tunggal atau ganda. Digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau lebih besar. Bila diperdagangan, botol ini ditutup dengan sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi untuk menghisap cairan injeksi. (R. Voight hal 464).
Hal yang perlu diperhatikan untuk sediaan injeksi dalam wadah vial (takaran ganda):
1. Perlu pengawet karena digunakan berulang kali sehingga kemungkinan adanya kontak dengan lingkungan luar yang ada mikroorganismenya
2. Tidak perlu isotonis, kecuali untuk subkutan dan intravena harus dihitung isotonis (0,6% – 0,2%) (FI IV hal. 13)
3. Perlu dapar sesuai pH stabilitasnya
4. Zat pengawet (FI IV hal 17) keculai dinyatakan lain, adalah zat pengawet yang cocok yang dapat ditambahkan ke dalam injeksi yang diisikan dalam wadah ganda/injeksi yang dibuat secara aseptik, dan untuk zat yang mepunyai bakterisida tidak perlu ditambahkan pengawet
ADRENALIN (Epinefrin HCl)
Sediaan steril yang akan dibuat adalah injeksi adrenalin secara intramuskular, dimana zat yang digunakan adalah epinefrin. Kegunaan dari epinefrin adalah untuk mengembalikan kondisi fisiologis dari gejala darurat (seperti edema laryngeal, bronkospasme, dan hipotensi), dan dapat juga di kaitkan dengan reaksi hipersensitivitas seperti anafilaksis dan angioedema. Tetapi disini yang dibahas adalah efeknya sebagai obat yang dapat mengatasi syok anafilaktik, yang mana memerlukan terapi sesegara mungkin dibanding kondisi lainnya.
ANASTETIK LOKAL (Lidokain HCl)
(FT hal. 240-241)
Injeksi Lidokain adalah larutan yang dibuat dari Lidokain Hidroklorida dengan penambahan asam klorida P dalam air untuk injeksi atau dari lidokain hidroklorida dalam air untuk injeksi. Kadar lidokain HCl C14H22N2O.HCl tidak kurang dari 96,0 % dan tidak lebih dari 105,0 %. Penggunaan terapi lidokain hanya digunakan untuk pengobatan aritmia ventrikel, terutama diruang perawatan intensif. Lidokain efektif terhadap aritmia ventrikel yang disebabkan oleh infark miokard akut, bedah jantung terbuka dan dialisis.
Interaksi obat lidokain dimana β bloker dapat mengurangi aliran darah hati pada penderita penyakit jantung dan akan menyebabkan penurunan kecepatan metabolisme lidokain dan meningkatkan kadarnya dalam plasma. Obat-obat yang bersifat basa dapat menggantikan lidokain dari ikatannya pada α 1 – acid glocoprotein. Kdar Lidokain plasma meninggi pada penderita yang menerima simetidin. Mekanisme interaksi ini kompleks, dan selama pemberian simetidin perlu penyesuaian sengan dosis lidoikain. Lidokain memperkuat efek suksinilkolin.
Farmakodinamik :
Lidokain adalah anastetik lokal kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Anastesia terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain. Lidokain merupakan aminoetilamid. Pada larutan 0,5% toksisitasnya sama, tetapi pada larutan 2% lebih toksik daripada prokain. Larutan lidokain 0,5% digunakan untuk anastesia infiltrasi, sedangkan larutan 1,0-2% untuk anestesia blok dan topikal.
Farmakokinetika :
Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan, dan dpt melewati sawar darah otak. Kadarnya dalam plasma fetus dapat mencapai 60% kadar dalam darah ibu.
ANTI ALERGI (Diphenhidramin HCl)
Farmakologi:
Diphenhidramin HCl termasuk antihistamin golongan etanolamin yang mempunyai khasiat antara lain dapat berefek sebagai antihistamin yaitu dapat mengatasi reaksi alergi, berefek sedatif yang dapat menguntungkan bagi pasien yang dirawat di Rumah Sakit ataupun pasien yang perlu banyak tidur, berefek sebagai antikolinergik dan juga antiemetik. Disamping itu diphenhidramin HCl dapat mengatasi paralisis agitans, mengurangi rigiditas dan memperbaiki kelainan pergerakan.
Setelah pemberian oral atau parenteral, diphenhidramin HCl diabsorpsi secara baik. Untuk mengatasi reaksi alergi, maka diharapkan obat tersebut langsung dapat memberikan efek sehingga rasa gatal, sakit, bercak merah, dan udem dapat langsung diatasi. Untuk dapat memberikan efek yang cepat biasanya diphenhidramin HCl diberikan secara parenteral/injeksi. Injeksi diphenhidramin HCl dapat diberikan secara intravena maupun intramuskular.
HEMOSTATIK (Vitamin K)
(Farmakologi dan Terapi hal 731-732,747-761)
Hemostasis merupakan proses penghentian pendarahan pada pembuluh darah yang cedera. Dalam proses ini pembuluh darah akan mengalami vasokontriksi, trombosis akan beragregasi membentuk sumbat trombosit. Selanjutnya sumbat trombosit oleh fibrin yang terbentuk dari proses pembekuaan darah akan memperkuat sumber trombosis yang telah terbentuk sebelumnya. Hemostatik adalah zat/obat yang digunakan untuk menghentikan pendarahan.
Pendarahan dapat dihentikan dengan memberikan obat yang dapat meningkatkan pembentukan faktor-faktor pembekuan darah misalnya vitamin K. pada penderita defisiensi vitamin K, vitamin ini berguna untuk meningkatkan bisintesis beberapa faktor pembekuan darah yaitu protombin. Vitamin K diabsorbsi dengan mudah estela penyuntikan i.m. Bila terdapat gangguan absorbsi vitamin K akan terjadi hipoprotrobinemia setelah beberapa minggu, sebab persediaan vitamin K dalam tubuh hanya sedikit.
SEDATIVA, DEPRESAN SSP (Phenobarbital/Luminal)
Hipnotik-sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat (SSP) yang relatif, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anastesi, koma dan mati, tergantung dosis. Pada dosis terapi obat sedatif menekan aktivitas, menurunkan respon terhadap perangsangan emosi dan menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiolgis.
Phenobarbital berefek sebagai sedatifa namun karena sifatnya yang sangat sukar larut dalam air maka dipilih Phenobarbital Na yang sangat mudah larut dalam air (air sebagai pelarut). Memiliki masa kerja 10-16 jam, dimana 90% dari dosis diekskresikan menjadi p-hidroksi. Aktivitasnya lebih kuat dari barbital. (Diktat Kimia Medisinal 3)
Phenobarbital merupakan obat golongan hipnotika-sedatif, sehingga dapat menimbulkan efek depresi pada susunan saraf pusat. Dengan diberikan dalam bentuk injeksi, maka efeknya akan lebih cepat tercapai karena langsung masuk ke dalam aliran darah dan langsung mencapai reseptor. Phenobarbital dibuat dalam sediaan injeksi dalam vial yang diberikan secara parenteral. Pada umumnya pemberian secara parenteral dilakukan bila dinginkan kerja obat yang cepat seperti pada keadaan gawat, bila pasien tidak dapat diajak kerjasama dengan baik selama pengobatan, tidak sadar atau tidak tahan menerima pengobatan melalui oral atau bila obat ini sendiri tidak efektif dengan cara pemberian oral.
NEUROTROPIK (Vit B1, B6, B12)
Injeksi neurotropik adalah sediaan yang berperan dalam mengatasi rasa nyeri pada jaringan syaraf. Injeksi neurotropik biasanya mengadung vitamin B1, B6 dan B12. Vitamin B1 berperan dalma membantu metabolisme karbohidrat. Vitamin B6 dapat membantu metabolisme protein yang berperan dalam pembentukan enzim yang berfungsi mentransmisikan sel saraf. Sedangkan vitamin B12 berfungsi dalam membantu metabolisme asam nukleat dalam pembentukkan enzim dan protein yang berperan di dalamnya.
VIT B12 (FT hal. 738)
Vitamin B12 merupakan vitamin B kompleks yang mengandung cobalt, yang dipasaran terdapat dalam bentuk Sianokobalamin dan Hidroksokobalamin yang merupakan bentuk sintetis dari vitamin B12. Vitamin B12 digunakan untuk perawatan anemia dan kekurangan vitamin B12. Bentuk vitamin yang digunakan adalah bentuk hidroksokobalamin. Sianokobalamin atau hidroksokobalamin bbiasanya diberikan kepada pasien dengan malabsorbsi vitamin B12. Selain itu, sianokobalamin dan hidroksokobalamin juga digunakan untuk mengontrol malabsorbsi selektif dari B12 dan defisiensi dari transkobalamin II yang dikarenakan faktor keturunanan(hereditas). Dosis yang besar dari sianokobalamin digunakan untuk mengontrol methylmalonic aciduria pada bayi dan wanita hamil.
Sianokobalamin biasa diberikan melalui jalur/rute pemberian intra muskular (i.m) atau injeksi subkutan yang dalam. Karena obat yang diberikan akan mengalami eksresi yang cepat setalah pemberian melalui rute intra vena (i.v), maka pemberian rute intra vena (i.v) harus dihindari. Hidroksokobalamin hanya diberikan melalui rute intra muskular.
Pada manusia sumber vitamin B12 yang berasal dari luar tubuh diperlukan untuk sintesis nucleoprotein dan myelin, reproduksi sel, pertumbuhan. Vitamin B12 sangat dibutuhkan untuk sel dengan karakteristik yang cepat (cth: sel epitel, sel sumsum tulang). Vitamin B12 dapat dirubah menjadi koenzim B12 di dalam jaringan, dan ini sangat dibutuhkan untuk merubah metilmalonate menjadi suksinat, dan sintesis methionine dari homosistein, reaksi inijuga memerlukan folat.
Defisiensi vitamin B12 dapat menyebabkan anemia megalobastik, dan kerusakan saraf, dimana diawali dengan ketidakmampuan untuk memproduksi myelin yang diikuti degenerasi secara bertahap dari axon dan kepala saraf. Pemberian vitamin B12 secara parenteral dapat mencegah anemia dan gejala karena kekurangan vitamin B12 lainnya. (AHFS Drugs Information 2003, hlm 3512-3515)
VIT B1 & B6 (FT hal. 719)
Injeksi vitamin B1 dan B6 adalah sediaan yang berperan dalam mengatasi rasa nyeri pada jaringan saraf. Pemberian injeksi vitamin B1 dan B6 dilakukan melalui intramuskular, karena pada pembarian intravena untuk vitamin B1 secara cepat akan terjadi efek langsung pada pembuluh darah perifer berupa vasodilatasi ringan, disertai penurunan tekanan darah yang bersifat sementara.
ANTIINFLAMASI
(Metil Prednisolon Na Suksinat)
Kortisol dan analog sintetiknya dapat mencegah atau menekan timbulnya gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik dan alergen. Gejala ini umumnya berupa : kemerahan, rasa sakit dan panas, serta pembengkakan di daerah radang. Secara mikroskopik obat ini kecuali menghambat fenomena inflamasi dini udem, deposit fibrin, dilatasi kapiler, migrasi leukosit ke tempat radang dan aktifitas fagositis juga dapat mengambat manifestasi inflamasi yang telah lanjut (proliferasi kapiler dan fibriblast, pengumpulan kalogen dan pembentukan sikatriks).
Penggunaan klinik kortikosteroid sebagai antiinflamasi merupakan terapi paliatif, dalam hal ini penyebab penyakit tetap ada hanya gejalanya yang dihambat. Sebenarnya hal inilah yang menyebabkan obat ini dapat digunakan untuk berbagai penyakit, bahkan sering disebut life saving drug, tetapi juga mungkin menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan. Karena gejala antiinflamsi ini sering digunakan sebagai dasar evaluasi terapi inflamasi, maka pada penggunaan glukokortikoid kadang-kadang terjadi masking effect, dari luar nampaknya penyakit sudah sembuh tetapi infeksi didalam masih terus menjalar.
Metil prednisolon Na suksinat merupakan golongan kortikosteroid sebagai antiinflamsi yang dapat diberikan secara parenteral (IV, IM, intrasinovial,intralesi). Metil prednisolon Na suksinat ini merupakan sinonim dari deksametason yang mempunyai efek antiinflamasi paling besar. (Clarke’s hal. 518)
i. Indikasi
Untuk memperbaiki kekurangan akibat insuffisiensi sekresi korteks adrenal akibat gangguan fungsi atau struktur adrenal sendiri (insuffisiensi primer) atau hipofisis (insuffinsiensi sekunder, untuk asma bronkial, alergi, penyakit mata, penyakit kulit, penyakit hepar, gangguan hematologik lain dan syok).
ii. Kontraindikasi
Diabetes mellitus, tukak peptik, infeksi berat, hipertensi atau gangguan kardiovaskuler lainnya patut diperhatikan.
iii. Efek Samping
penggunan terus menerus dengan dosis yang besar atau penghentian pengobatan tiba-tiba menyebabkan demam, mialgia dan malaise dan juga terjadi komplikasi yang menimbulkan pendarahan atau preforasi osteoporosis, miopati dan muka rembulan (full moon face).
Sediaan kotrtiosteroid dapat dibedakan menjadi tiga golongan berdasarkan masa . kerjanya. Tabel 1. menunjukan penggolongan korikosteroid berdasarkan masa kerja masing-masing sediaan sesuai dengan aktifitas bilogisnya. Sediaan kerja singkat mempunyai masa penuh biologis kurang dari 12 jam, sediaan kerja lama masa paruhnya lebih dari 36 jam, sedangkan yang kerja sedang mempunyai paruh antara 12-36 jam. (Farmalogi Terapi, hal. 487)
KORTISON
Zat aktif yang digunakan adalah kortison, tetapi dikarenakan zat tersebut sukar larut dalam pelarut air, maka digunakan bentuk garamnya sebagai zat aktif yaitu, hidrokortison Na phospat, dengan dosis yang digunakan adalah 100mg/hari. Dan metode pembuatannya dilakukan secara aseptis karena hidrokortison tidak tahan pemanasan sehingga tidak dilakukan sterilisasi akhir.
PROKAIN HCl
Prokain HCl dibuat sediaan injeksi karena untuk mendapatkan efek yang lebih cepat, kita menggunakan wadah berupa vial karena sediaan injeksi Prokain HCl merupakan sediaan dosis ganda dimana pemakaiannya lebih dari satu kali. Pengawet harus ditambahkan untuk mencegah tumbuhnya mikroba sehingga sterilitas tetap terjaga.
KONTRASEPSI
(Medroksi progesterone asetat)
Kontrasepsi adalah tindakan untuk mencegah konsepsi atau kehamilan. Tiga cara pemberian kontrasepsi hormonal:
1. Oral : Preparat kombinasi
2. Suntikan : Medroksi progesterone asetat, estradiol sipronat
3. Subkutan : Etanogestrel
VIT B1 (FT hal. 717-718)
Defisiensi berat menimbulkan penyakit beri-beri yang gejalanya terutama tampak pada sistem saraf kardiovaskular. Gangguan saraf dapat berupa neuritis perifer dengan gejala rasa berat dan lemah pada tungkai, gangguan sensorik seperti hipertesia, anestesia, rasa nyeri dan rasa terbakar.
KORTIKOSTEROID (FT hal. 697)
Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak; dan juga fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf dan organ lain. Karena fungsi kortikosteroid penting untuk kelangsungan hidup organisme, maka dikatakan bahwa korteks adrenal berfungsi homeostatik, artinya: pentingnya bagi organisme untuk dapat mempertahankan diri dalam menghadapi perubahan lingkungan.
VIT B2 ( FT hal. 718)
Penggunaannya yang utama adalah untuk pencegahan dan terapi defisiensi vitamin B2 yang sering menyertai pellagra atau defisiensi vitamin B kompleks lainnya, sehingga riboflavin sering diberikan bersama vitamin lainnya.
ESTRADIOL (FT hal. 440)
Estrogen endogen pada manusia terdiri dari estradiol, estriol dan estron. Sekresi estradiol paling banyak dan potensi estrogeniknya juga paling kuat. Oksidasi estradiol menjadi estrol dan hidrasi estron menjadi estriol terutama terjadi di hepar, ketiga jenis estrogen tersebut diekskresikan melalui urin dalam bentuk konyugasi dengan asam sulfat atau glukuronat.
DIAZEPAM (FT hal. 21)
Diazepam merupakan obat golongan anastesi umum yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit disertai hilangnya kesadaran. Diazepam dibuat dalam bentuk sediaan injeksi yang ditujukan dalam keadaan darurat karena dapat mencapai efek yang cepat.
THIAMINFENIKOL (FT hal. 659-660)
Tiamfenikol digunakan untuk indikasi yang sama dengan kloramfenikol. Selain itu juga telah diberikan untuk infeksi saluran empedu dan gonore. Dibuat suspensi rekonstitusi karena sangat cepat terurai (10menit) jika dalam bentuk larutan.
WARFARIN (FT hal. 749)
Antikoagulan digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat pembekuan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan darah. Atas dasar ini antikoagulan diperlukan untuk mencegah terbentuk dan meluasnya thrombus dan emboli, maupun untuk mencegah bekunya darah in vitro pada pemeriksaan laboratorium atau transfusi.
ANTI INFEKSI (Gentamisin Sulfat)
Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi, yang dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain.